Kue Vanilla

Aku sedih. Sedih karena alasan yang aku sendiri bahkan tidak mengetahuinya. Entahlah, perasaan itu hanya tiba-tiba datang dan memaksaku untuk menangis. Tapi sayang, aku tidak bisa menangis. Tidas setetes pun air mata yang turun, akibatnya dadaku kini sesak. Seperti ada kabut transparan yang memenuhi ruang di dada. Aku sudah muak dengan sesak ini.

Milly tiba-tiba datang ke kamarku. Ia memberiku sepotong kue vanilla yang kelihatannya sangat lezat. Di atas kue itu tertancap tiga buah lilin warna-warni dan menyala. “Happy birthday” katanya. Aku bahkan lupa hari ini adalah hari ulang tahunku. Hebat sekali. Ada yang salah dengan diriku. Tidak ada orang yang lupa hari ulang tahunnya sendiri.

“Flo, ayo tiup lilinnya.” perintah Milly. Mata coklatnya berbinar. Ia sangat bersemangat tentang ulang tahunku. Aku mengangguk lalu meniup tiga api di masing-masing lilin. Dalam sekali tiupan lilin itu pun padam. Milly bersorak riang meramaikan suasana pusara di kamarku. Aku hanya tersenyum kecil. Sekali lagi : ada yang salah dengan diriku.

“Kau ingin melakukan apa hari ini? Aku siap menemani.” kata Milly bersemangat. “Mau aku suapi kue lezat ini? Ayo buka mulutmu.” Kata Milly sambil bersiap menyuapi kue vanilla ke mulutku. Milly bersemangat sekali. Ia gadis paling ceria yang pernah aku kenal. Ia polos dan baik hati. Dan ia tak pernah marah padaku. Kepribadiannya sungguh membuatku iri.

“Ayo buka mulutmu, Flo. Ada kue vanilla lezat yang siap mendarat di lidahmu.” kata Milly sekali lagi, matanya yang lebar menatapku. Aku diam lalu membuka mulutku. Kue itu lezat, seperti dugaanku. Teksturnya yang lembut membuat lidahku takluk, belum lagi krimnya yang super lezat.

“Bagaimana? Enak kan?” tanya Milly. Aku mengangguk cepat dan bersemangat. Aku menunjuk-nunjuk mulutku denga jari telunjuk tanda meminta Milly menyuapiku kue vanilla lagi. Milly mengangguk bersemangat lalu memotong kue vanilla lagi dan mendaratkannya di lidahku lagi.

Hanya dalam beberapa menit, kue vanilla itu habis. Aku berterimakasih pada Milly sudah mau repot-repot membelikanku kue vanilla lezat. Setelah itu aku dan Milly berdiskusi mengenai proyek tulisan yang akan kami buat. Aku yang sangat menyukai genre science-fiction dan Milly yang sangat menyukai genre fantasi berencana membuat sebuah proyek, sebuah tulisan yang menggabungkan dua genre itu menjadi satu. Kami akan mengikutsertakan tulisan kami dalam sebuah lomba menulis yang hadiahnya cukup menggiurkan.

Kemampuan Milly dalam berimajinasi cukup membantu. Ia senang makhluk-makhluk aneh dan buruk rupa ikut serta dalam cerita. Ia juga memohon agar naga bisa masuk ke dalam tulisan kami. kemampuanku juga bisa membantu. Keahlianku membayangkan teknologi-teknologi baru dan canggih bisa membuat jalan cerita cukup menambah nilai dalam tulisan tersebut.

Kami menyelesaikan setengah persen draf malam ini. Itu cukup menyenangkan. Pekerjaan menjadi lebih ringan untuk selanjutnya. Aku pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan Milly membereskan barang-barangnya, bersiap-siap pulang. Saat aku selesai, Milly sudah tidak ada disana. Hanya ada sebuah bungkusan sedang. Mungkin itu milik Milly yang tertinggal. Aku melihat isinya, ternyata kue vanilla. Disana ada secarik kertas juga.

Flora, aku dengar menulis bisa menghapus kesedihan.
Jadi jika kau sedih, menulislah.
Pindahkan rasa sesak itu ke lembaran kertas.
Pindahkan rasa itu ke layar kaca.
Atau kau makan saja kue vanilla.
Itu cukup membantu ^-^

Salam, Milly.


Ya, Milly benar, orang-orang benar. Mungkin menulis adalah cara terbaik memindahkan rasa sedih itu. Mungkin menulis adalah jawaban yang tepat untuk menceritakan apa yang tersimpan rapi dalam hati. Ya, jadikanlah menulis sebagai salah satu obat kesedihan, salah duanya; kue vanilla.

Komentar

Postingan Populer