(Cerpen) Minyak
Minyak
Oleh : Dina Juwita
Gadis itu takut setengah mati hanya
karena menyalakan kompor dan memasak. Memang ketakutan yang aneh, tapi hatinya
memang selalu merasa takut saat menyalakan kompor atau memasak –lebih tepatnya
menggoreng— sesuatu. Ia selalu merasa bom akan meledak di dapurnya dan minyak
panas dalam pengggorengan akan tumpah ke seluruh tubuhnya. Sungguh perasaan
yang mengganggu, terlebih lagi ia selalu dipaksa melakukan kedua hal itu oleh
ibunya. Anak perempuan harus bisa memasak,
katanya, kata orang-orang, kata seluruh dunia yang berpikiran normal dan
terpengaruhi sugesti super kuat. Padahal tidak hanya perempuan yang harus bisa
memasak. Setiap orang harus bisa memasak.
“Bu….susah.” katanya sambil
menyalakan kompor gas di hadapannya. Sebenarnya tidak dihadapannya. Ia
menyalakan kompor dengan jarak yang cukup jauh sehingga wajar saja kompor itu
tidak kunjung berapi-api. Gadis itu takut sekali dn ibunya kesal sekali.
Ibunya menghampiri gadis itu lalu
menyalakan kompornya dengan mudah. Lalu detakan jantung gadis itu kembali
normal. Kembali ke keadaan semula. Sambil menggoreng, ia mengumpat dalam
hatinya, kesal akan seseorang yang membuatnya seperti ini. membuatnya takut
akan minyak panas yang meletup-letup dan kompor gas yang seakan sebuah bom di pikirannya.
Ah betapa luar biasanya seseorang yang berarti sehingga ia bisa merubah kita.
Sungguh.
Seseorang itu adalah orang yang
dikagumi gadis dengan gaya rambut ekor kuda itu, Fiza. Seseorang yang tidak
terlupakan baginya. Seseorang yang selalu ia kagumi luar dan dalam. Seseorang
yang hanya ia lihat dari jauh semenjak ia masih tergolong rakyat putih-biru.
Lelaki itu adalah sosok ceria yang baik hati dan penuh rasa humor. Sungguh,
perpaduan yang sempurna baginya. Sungguh, sosok yang tidak pernah bisa tergantikan
oleh siapapun yang datang di kehidupan Fiza selanjutnya.
Suatu hari, setelah tanggal merah
yang panjang dan sangat dibenci Fiza, lelaki itu datang ke kelas. Ia terlihat
berbeda. Ada sesuatu di leher dan wajahnya. Sesuatu berwarna putih yang tidak bisa
dilihat dengan jelas oleh Fiza. Dan Fiza tidak mungkin melihatnya dari dekat.
Melihat lelaki itu dari jauh saja sudah bisa membuatnya salah tingkah, apalagi
melihatnya dari dekat. Ia bisa saja sesak napas dan mati. Fiza tidak bisa
melihatnya dengan jelas sampai suatu hari ia tahu apa yang ada di leher dan
pipi lelaki berambut lurus itu. Bekas luka. Bekas luka dari minyak panas yang
mendarat di kulit lelaki itu. Iya, minyak panas. Sejak saat itu ia menjadi
ngeri melihat minyak yang meletup-letup.
Fiza melihat seorang lelaki dengan
luka bekas minyak itu beberapa tahun yang lalu. Tepatnya empat tahun yang lalu.
Akan tetapi, rasa takutnya masih membayang-bayangi ia hingga kini. Hingga
lelaki itu sudah hilang dari kehidupannya, akan tetapi dampak psikologis yang terasa sejak dulu masih
tertinggal di kehidupannya kini. Entah mengapa, saat ia melihat minyak, Fiza
malah teringat kepada lelaki humoris dan bekas minyak di wajahnya, bukan pada
penjual gorengan atau ibunya yang memasak dengan minyak, ataupun penjual fried chicken di pasar. Fiza selalu
teringat lelaki itu saat ia melihat minyak. Kadang-kadang ia rindu sekali
melihat bekas minyak dan si empunya. Kadang-kadang ia merasa dunia ini tak
bergerak karena yang ada di pikirannya masih lelaki itu. Sudah empat tahun
lamanya dan rasa itu tak pernah tergerus, tak pernah rusak. Fiza menyimpannya
di museum-nya sendiri. Direndam formalin, dilapisi lilin, hingga dikurung di
lemari kaca.
Ah……. betapa rindunya
ia kepada lelaki itu hingga ia tidak sadar tengah menggoreng sosis cukup lama.
Sosis itu mulai mengembang di minyak panas yang meletup-letup, lalu pecah
hingga menyadarkan Fiza dari lamunannya. Ia disadarkan oleh minyak panas yang
mulai membuat perih tangan kirinya. Ia pergi dari dapur, mengusap-ngusap tangan
kirinya yang sudah mulai sangat perih dan esoknya menghitam membentuk
titik-titik kecil. Ia kesakitan, namun juga merasa sedikit senang. Kali ini ia
tak akan merindukan lelaki dengan bekas minyak itu lagi karena ia sudah punya
bekas minyaknya sendiri.
Komentar
Posting Komentar