The Gift

Sumber gambar: http://www.lifebuzz.com/fireflies/

Song Fiction
Song Fiction merupakan cerita yang terinspirasi dari sebagian/keseluruhan lirik lagu atau melodi suatu lagu. Hal-hal tersebut memancing pertanyaaan yang menjadi writing prompt, lalu dari writing prompt tersebut lahirlah cerita

Hunter Hayes – 21

“Well, it’s your birthday,
Let's act like it is,
And just go crazy,
Do what we want with no reason why,”

Jika ada satu hari dimana kegilaanmu ditoleransi semua umat manusia, hal gila apa yang mau kamu lakukan?

•••

I’m going to give you a big present for your birthday,” Peter berbisik pelan seperti sedang memberi misi rahasia, seolah takut ada seseorang yang mendengarnya.

Setelah Peter membisikkan kata-kata yang seperti janji itu, aku langsung tersenyum. Aku selalu suka hadiah dan selalu suka ulang tahun. Lagi, hari ini adalah hari ulang tahunku. Peter adalah satu-satunya teman yang kupunya dan hanya Peter yang selalu memberiku hadiah ulang tahun. Aku penasaran kali ini apa yang akan ia berikan padaku.

“Hadiah apa, Pete?“ tanyaku. Bukannya menjawab, ia malah tersenyum lebar, memperlihatkan gigi-giginya yang rapi dan terlalu putih sampai kelihatannya gigi-gigi itu bersinar.

Aku mengguncang tubuhnya. Memaksa Peter memberitahuku karena walaupun aku suka hadiah dan ulang tahun, aku tidak pernah suka misteri dan kejutan. Peter masih tersenyum dan menggoyang jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri. Ia pasti ingin aku bersabar menantikan hadiah besar itu. Mungkin hadiah kali ini hebat sekali sampai-sampai Peter menyuruhku untuk bersabar. Mungkin karena besarnya hadiah kali ini, dibutuhkan waktu yang sangat lama hingga hadiahnya sampai ke rumahku.

Hadiah itu mungkin pohon beringin? Atau kapal? Atau kulkas seribu pintu? Atau lemari kayu yang terbuat dari pohon apel? Seperti yang selalu kumimpikan selama ini. Peter pernah memberitahuku kalau ia punya koneksi dengan hal-hal di luar akal dan imajinasi manusia. Mungkin ia berhasil meminta lemari itu dari pemiliknya. Bisa saja kan?

Ah...belum pasti. Aku tidak suka misteri dan kejutan. Itu membuatku selalu berharap.

This is such a big present. You have to be grateful,” Peter mulai bicara. Aku memperhatikannya dengan serius. Misteri besar akan segera terbuka. “You know, I ask this gift from God because I don’t have power over this kind of thing. I ask God to give you the gift.”

Hebat! Hadiah yang langsung diminta dari Tuhan! Apa itu kira-kira?
I ask all of human being become as insane as you are today,“ kata Peter. Ia mengucapkannya begitu ringan, seolah dia cuma berkata “coklat ini manis dan enak“ dan karena ia mengucapkannya begitu mudah, aku merasa sangat tenang, seolah-olah aku tahu hal ini akan terjadi, hari ini akan datang, dan bahwa ini bukan misteri yang selalu kubenci.

“Jadi hari ini aku bebas berbuat sesuka hati? Dan nggak akan ada orang-orang yang menilai aku?“ aku bertanya memastikan. Peter mengangguk mantap lalu tersenyum lagi, memamerkan gigi putihnya yang terang.

Aku merasa bahagia. Memang tidak ada hal yang lebih baik selain hadiah dan ulang tahun di hari yang sama. Oh! Dan juga seorang teman baik seperti Peter, yang telah memintakan Tuhan sebuah hadiah menyenangkan. Sebenarnya aku bingung bagian mana yang hebat dari hadiahku kali ini. Apakah bagian bebas berbuat apapun sesuka hati atau bagian tidak dinilai oleh orang-orang. Tapi mendapatkan keduanya rasanya membuatku ingin meledak. Maksudku berteriak-teriak.

Peter menepuk pundakku bersemangat sampai pundakku terasa sakit. Kurasa ia bukan menepuk, tapi memukul. “Don’t you forget a thing?“ tanyanya.

Aku tidak tahu apa yang aku lupakan. Seperti membaca pikiranku, Peter menghela napas lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. Pipiku yang kekurangan buntalan dicubitnya keras. Aku mengaduh kesakitan. Terkadang ia begitu jahil. Mungkin karena pengaruh peri bel lonceng itu, mungkin juga tidak. Yang pasti, akhir-akhir ini Peter sangat jahil.

Remember I told you to be grateful?“ kali ini kedua pipiku dicubitnya. Rasanya pipiku akan  lebar. Seperti sayap burung, bukan seperti buntalan kue yang sudah dipanggang.

Aku mengangguk-anggukkan kepalaku tanda mengerti. Peter langsung melepaskan tangannya dari wajahku. Benar. Ia mengatakan itu padaku tadi. This is such a big present. You have to be grateful. Hal pertama yang ia ucapkan terkait hadiah besar ini dan mungkin hal pertama yang harus aku lakukan setiap hari, setiap waktu mulai dari sekarang. Kurasa mama pernah berkata kalau bersyukur itu akar kebahagiaan. Ah… mungkin itu sebabnya aku tidak pernah merasa bahagia yang bahagia. Akarnya saja tidak pernah aku tanam.

I’m grateful,” kataku.

Peter tersenyum. Gigi depannya mengintip sedikit. “belum cukup.”

Aku tidak tahu, tapi kurasa keningku mengkerut, tanda aku bingung karena sekarang aku memang sedang bingung. Peter terbang kesana kemari membuat kepalaku pening—dan iri. Terkadang aku ingin ikut Peter ke tempat entah-apa-namanya. Aku selalu lupa namanya entah mengapa. Kata Peter, ia selalu menghabiskan waktu dengan bersenang-senang. Aku selalu iri. Aku selalu iri pada semua yang Peter punya dan tak punya. Tapi daripada iri, rasa khawatirku selalu lebih besar. Aku takut suatu saat ia akan jadi keledai karena terus bermain seperti itu. Aku pernah mendengar kisah anak-anak yang dibawa ke sebuah pulau yang berisi taman bermain. Mereka terus bermain sampai akhirnya mereka berubah menjadi keledai dan dijual ke peternakan milik peternak galak yang tidak segan-segan memotong leher ternaknya jika ternaknya tidak bekerja keras. Apa jadinya jika Peter mengalami hal itu?

“Aku bener-bener nggak tau apa yang belum aku lakukan,” kataku. Aku harus menengadah karena Peter asyik berputar-putar di udara.

It’s okay,” katanya lalu turun, mendaratkan kakinya di tanah kering berdebu tak jauh dari ku. “Let’s do anything you like, anyway.”

Aku tersenyum. Aku mengingat-ingat hal apa saja yang masuk ke dalam daftar “hal-hal gila yang ingin dilakukan sebelum mati.” Sebenarnya daftar itu isinya panjang sekali, tapi sayangnya aku hanya bisa mengingat beberapa saja dan sepertinya itu bukan hal yang gila.

“Pete, ayo menari di mobil pengangkut mobil!” kataku mantap walaupun aku tidak tahu bisa menemukan mobil pengangkut mobil dimana. Aku rasa bukan di showroom karena di showroom mobil mewah yang selalu aku lewati tiap pergi sekolah, tidak pernah ada mobil pengangkut mobil. Setidaknya maksudku seringkali aku tidak melihatnya.

Don’t worry,” Peter menepuk-nepuk pundakku pelan. Ia seperti orang yang bisa membaca pikiran, tapi sebenarnya tidak bisa. “God’s plan works. Always.” Peter tersenyum jenaka. Matanya mengisyaratkan aku memandang ke seberang jalan.

Benar. Rencana Tuhan selalu terlaksana. Di seberang lapangan tidak terurus ini, memang tidak ada mobil pengangkut mobil, tapi ada mobil pengangkut motor. Motor terakhir baru saja turun dan keberadaan pak sopir tidak diketahui. Langsung saja aku berlari disusul oleh Peter. Peter tersenyum hangat. Dia juga menggerak-gerakkan tangannya tidak jelas, bersemangat.

Tanpa meminta izin, aku langsung naik dan menari, sebuah tarian yang tidak ada namanya. Tarian melepaskan semua beban, ditemani dengan musik yang pas untuk menari tidak jelas. Peter yang duduk di trotoar tertawa melihatku. Aku mengajaknya ikut menari juga. Ia lalu terbang tidak terkendali. Begitulah cara Peter menari.

Aku turun dari mobil pengangkut mobil lalu berlari di jalan raya. Ajaib! Tidak ada yang memandangku heran. Semua pengendara bersikap seolah ini adalah pemandangan biasa. Mereka melajukan kendaraan masing-masing tanpa terganggu. Tapi mungkin karena aku kurang hati-hati—maksudku ini jalan raya, aku bukannya tidak hati-hati, tapi cari mati, sebuah mobil menabrakku. Dari jauh aku sudah bisa mendengar bunyi klakson, tapi entah kenapa kakiku mematung di tempat. Mobil itu semakin mendekat dan aku tetap tak bergerak sampai tidak ada yang bisa kuingat setelahnya.

Selanjutnya, setelah ketidaksadaran, aku menemukan diriku berada di suatu tempat yang tidak kukenal. Rumput hijau membentang dari ujung ke ujung. Di kejauhan kulihat sesuatu hitam yang berkilauan. Di atasku langit sudah menghitam, tapi banyak bintang yang berkedip-kedip. Mereka terlihat seperti intan, berlian dari jarak yang jauh. Tapi entah kenapa aku yakin, saat aku mendekat, aku akan mati keracunan. Karena mereka bukan berlian, mereka bukan intan, mereka bukan mineral. Mereka, mungkin gas, atau sesuatu lain yang aku tidak tau namanya.

Suara gemerincing bel meluruskan pikiranku lagi. Peter tersenyum jenaka. Di sebelahnya, peri bandel dan cerewet terus bergemerincing. Aku diam saja, tidak tahu harus bicara apa atau berbuat apa.

Melihatku diam saja, Peter dan Peri Bandel itu mendekatiku lalu tiba-tiba melemparkan sesuatu ke atas kepalaku. Rasanya dingin, jadi kukira itu es. Tapi, Peter bilang itu bukan es, tapi bubuk ajaib. Keren sekali. jadi seperti ini rasanya ditaburi bubuk ajaib.

Flying dust?!” aku bertanya dengan bersemangat. Sungguh, aku menantikan hari aku bisa terbang dan pergi kemanapun dengan mudah dan murah.

Peter menepuk pipiku tiga kali lalu menggelengkan kepalanya. Senyum tak pernah pergi dari wajahnya. Dengan gestur seperti itu, aku mengerti Peter sedang membangunkan aku dari permintaan yang berlebihan. Aku mengerti. Bubuk di kepalaku bukanlah bubuk terbang. Saat aku bertanya bubuk apa yang ia berikan, ia tidak menjawab sama sekali.

Ia menyuruhku duduk di rerumputan hijau lalu memberikan tanda pada peri cerewet. Satu per satu cahaya datang. Bukan, bukan Cuma cahaya, tapi kunang-kunang. Tak lama, tempat ini penuh dengan kunang-kunang. Tempat ini terang benderang. Para kunang-kunang bergoyang kesana kemari. Tempat ini jadi seperti angkasa, penuh bintang.

You don’t remember your crazy-things-to-do list, right?” Peter mengetuk-ngetuk kepalaku pelan. Mungkin memeriksa apakah masih ada benda bernama otak di sana. Apakah memori masih memungkinkan berada di sana. Aku mengangguk.

Aku memang tidak ingat. Ingatanku begitu buruk. Gejala penyakit yang aku punya. Tapi kalau ingatanku baik pun aku yakin aku tidak tahu harus bagaimana. Saat semua keinginanmu tiba-tiba bisa dikabulkan dalam sehari, memangnya kamu harus bagaimana? Keinginan mana yang ingin dikabulkan lebih dulu? Aku rasa manusia tidak pernah siap akan apapun, termasuk kehilangan banyak hal dalam satu waktu dan menerima banyak hal dalam satu waktu.

Cahaya-cahaya ini menjadi ingatan bahagia. Aku terbangun di tempat tidurku sendiri sesudahnya. Dengan pakaian bersih dan hati yang hangat. Sedihnya, aku tidak pernah bertemu dengan Peter lagi. Ia seperti hilang begitu saja. Hampir saja aku merasa kenangan-kenangan dengan Peter hanya ilusi saja.

Tapi, tidak, setiap keajaiban bersama bocah abadi itu nyata. Aku tahu. Aku memikirkan berbagai kemungkinan sampai aku yakin satu hal: ketiadaannya adalah bayaran dari hadiahku. Tentu saja. Hadiah ulang tahun-ku terlalu mahal dan tidak bisa dibayar oleh hal-hal bersifat material. Bayaran yang paling mungkin adalah dengan menghilangkan keajaiban-keajaiban dalam dimensiku. Maksudku membereskan dimensi seperti yang seharusnya.

Kemarin aku menemukan surat di kertas kecil. Ditulis tangan, tapi tidak rapi. Ada bubuk-bubuk seperti untuk dekorasi.

The magic is gone, but I hope the memory will stay. The dust makes your mind forget, but your heart will always remember. Xoxo

Tidak usah menebak. Surat ini dari Peter. Satu hal yang salah adalah dunia ini telah kembali seperti seharusnya. Mungkin sedetik setelah keinginanku terkabul. Saat dunia ini normal, berarti tidak ada mantra ajaib yang bekerja. Mantra Peter melalui bubuk peri itu tidak bekerja. Peter lupa kalau keajaiban—seperti dirinya—sudah tidak berlaku di sini. Tapi apa yang ia lakukan untukku, seperti katanya, selalu teringat di hati. Kunci ingatannya adalah hangat, dan hangat di hati adalah kebahagiaan. Peter left me with nothing but happiness and it’s more than enough.

Jika ada satu hari dimana kegilaanku ditoleransi semua umat manusia, hal gila yang akan aku lakukan adalah melakukan hal tidak gila, tapi membahagiakan. Bersama yang berarti. Itu akan jadi kenangan dan kebahagiaan. Mungkin iya. Mungkin tidak. Tapi, ya begitulah. Hidup terlalu rumit untuk sekedar dijelaskan dalam kata-kata.

---

it's kind of Peter Pan fanfict, eh? hehehe

Komentar

Postingan Populer